Sunan Muria atau Raden Umar Said atau Raden Said
Sunan Muria dilahirkan dengan nama Raden Umar Said atau Raden Said.Beliau adalah putra Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh. Nama aslinya Raden Umar Said. Seperti ayahnya, dalam berdakwah beliau menggunakan cara halus, ibarat mengambil ikan tidak sampai mengeruhkan airnya. Itulah cara yang ditempuh untuk menyiarkan agama Islam di sekitar Gunung Muria. Tempat tinggal beliau di gunung Muria yang salah satu puncaknya bernama Colo. Letaknya di sebelah utara kota Kudus. Menurut Solichim Salam, sasaran dakwah beliau adalah para pedagang, nelayan, pelaut dan rakyat jelata. Beliaulah satu-satunya wali yang tetap mempertahankan kesenian gamelan dan wayang sebagai alat dakwah untuk menyampaikan Islam. Dan beliau pula yang menciptakan tembang Sinom dan Kinanti.
Bahwa Sunan Muria itu adalah Wali yang sakti,
kuatfisiknya dapat dibuktikan dengan letak padepokannya yang terletak
diatas gunung . Menurut pengalaman penulis jarak antara kaki
undag-undagan atau tangga dari bawah bukit sampai kemakam Sunan Muria
(tidak kurang dari750 M).
Bayangkanlah, jika Sunan Muria dan istrinya atau
dengan muridnya setiap hari harus naik-turun, turun-naik guna
menyebarkan agama Islam kepada penduduk setempat ,atau berdakwah kepada
para nelayan dan pelaut serta para pedagang. Hal itu tidak dapat
dilakukannya tanpa adanya fisik yang kuat. Soalnya menunggang kuda tidak
mungkin dapat dilakukan untuk mencapai tempat tinggal Sunan Muria.Harus
jalan kaki. Itu berarti Sunan Muria memiliki kesaktian tinggi, demikian
pula murid-muridnya.
Bukti bahwa Sunan Muria adalah guru yang sakti
mandraguna dapat ditemukan dalam kisah Perkawinan Sunan Muria dengan
Dewi Roroyono. Dewi Roroyono adalah putri Sunan Ngerang, yaitu seorang
ulama yang disegani masyarakat karena ketinggian ilmunya, tempat
tinggalnya di Juana. Demikian saktinya Sunan Ngerang ini sehingga Sunan
Muria dan Sunan Kudus sampai-sampai berguru kepada beliau.
Pada suatu hari Sunan Ngerang mengadakan syukuran
atas usia Dewi Roroyono yang genap dua puluh tahun. Murid-murid
diundang semua.Seperti : Sunan Muria, Sunan Kudus ,Adipati Pathak Warak,
Kapa dan adiknya Gentiri .Tetangga dekat juga diundang, demikian pula
sanak kadang yang dari jauh.
Setelah tamu berkumpul DewiRoroyono dan adiknya
yaitu Dewi Roro Pujiwati keluar menghidangkan makanan dan minuman.
Keduanya adalah dara-dara yang cantik rupawan.
Terutama Dewi Roroyono yang berusia dua puluh tahun, bagaikan bunga yang sedang mekar mekarnya.
Bagi Sunan Kudus dan Sunan Muria yang sudah
berbekal ilmu agama dapat menahan pandangan matanya sehingga tidak
terseret oleh godaan setan. Tapi seorang murid Sunan Ngerang yang lain
yaitu Adipati Pathak Warak memandang Dewi Roroyono dengan mata tidak
berkedip melihat kecantikan gadis itu. Sewaktu menjadi cantrik atau
murid Sunan Ngerang, yaitu ketika Pathak Warak belum menjadi Adipati,
Roroyono masih kecil, belum nampak benar kecantikannya yang mempersona,
sekarang, gadis itu benar-benar membuat Adipati Pathak Warak
tergila-gila. Sepasang matanya hampir melotot memandangi gadis itu terus
menerus.
Karena dibakar api asmara yang menggelora, Pathak
Warak tidak tahan lagi. Dia menggoda Roroyono dengan ucapan-ucapan yang
tidak pantas. Lebih-lebih setelah lelaki itu bertindak kurang ajar.
Tentu saja Roroyono merasa malu sekali, lebih-lebih ketika lelaki itu
berlaku kurang ajar dengan memegangi bagian-bagian tubuhnya yang tak
pantas disentuh. Si gadis naik pitam, nampan berisi minuman yang
dibawanya sengaja ditumpahkan ke pakaian sang Adipati.
Pathak Warak menyumpah-nyumpah, hatinya marah
sekali diperlakukan seperti itu. Apalagi dilihatnya para tamu
menertawakan kekonyolannya itu, diapun semakin malu.
Hampir saja Roroyono ditamparnya kalau tidak
ingat bahwa gadis itu adalah putri gurunya. Roroyono masuk ke dalam
kamarnya, gadis itu menangis sejadi-jadinya karena dipermalukan oleh
Pathak Warak. Malam hari tamu-tamu dari dekat sudah pulang ke tempatnya
masingmasing.
Tamu dari jauh terpaksa menginap dirumah Sunan
Ngerang, termasuk Pathak Warak dan Sunan Muria. Namun hingga lewat
tengah malam Pathak Warak belum dapat memejamkan matanya. Pathak Warak
kemudian bangkit dari tidurnya mengendap-endap ke kamar Roroyono. Gadis
itu disiramnya sehingga tak sadarkan diri, kemudian melalui genteng
Pathak Warak melorot turun dan membawa lari gadis itu melalui jendela.
Dewi Roroyono dibawa lari ke Mandalika, wilayah Keling atau Kediri.
Setelah Sunan Ngerang mengetahui bahwa putrinya di culik oleh Pathak
Warak, maka beliau berikrar siapa saja yang berhasil membawa putrinya
itu bila perempuan akan dijadikan saudara Dewi Roroyono. Tak ada yang
menyatakan kesanggupannya. Karena semua orang telah maklum akan
kehebatan dan kekejaman Pathak Warak. Hanya Sunan Muria yang bersedia
memenuhi harapan Sunan Ngerang.
“Saya akan berusaha mengambil Diajeng Roroyono dari tangan Pathak Warak,” Kata Sunan Muria.
Tetapi, ditengah perjalanan Sunan Muria bertemu
dengan Kapa dan Gentiri, adik seperguruan yang lebih dahulu pulang
sebelum acara syukuran berakhir. Kedua orang itu merasa heran melihat
Sunan Muria berlari cepat menuju arah daerah Keling.
“Mengapa Kakang tampak tergesa-gesa ?” tanya
Kapa. Sunan Muria lalu menceritakan penculikan Dewi Roroyono yang
dilakukan oleh Pathak Warak. Kapa dan Gentiri sangat menghormati Sunan
Muria sebagai saudara seperguruan yang lebih tua.
Keduanya lantas menyatakan diri untuk membantu Sunan Muria merebut kembali Dewi Roroyono.
“Kakang sebaiknya pulang ke Padepokan Gunung
Muria. Murid-murid Kakang sangat membutuhkan bimbingan. Biarlah kami
yang berusaha merebut di Ajeng Roroyono kembali. Kalau berhasil Kakang
tetap berhak mengawininya, kami hanya sekedar membantu.” Demikian kata
Kapa.
“Aku masih sanggup merebutnya sendiri,” Ujar Sunan Muria.
“Itu benar, tapi membimbing orang memperdalam agama
Islam juga lebih penting, percayalah pada kami. Kami pasti sanggup
merebutnya kembali.” kata Kapa ngotot.
Sunan Muria akhirnya meluluskan permintaan adik
seperguruannya itu. Rasanya tidak enak menolak seseorang yang hendak
berbuat baik. Lagi pula ia harus menengok para santrinya di Padepokan
Gunung Muria. Untuk merebut Dewi Roroyono dari tangan Pathak Warak, Kapa
dan Gentiri ternyata meminta bantuan seorang Wiku Lodhang di pulau
Sprapat yang dikenal sebagai tokoh sakti yang jarang tandingannya. Usaha
mereka berhasil. Dewi Roroyono dikembalikan ke Ngerang. Hari berikutnya
Sunan Muria hendak ke Ngerang.
Ingin mengetahui perkembangan usaha Kapa dan Gentiri. Ditengah jalan beliau bertemu dengan Adipati Pathak Warak.
“Hai Pathak Warak berhenti kau !”Bentak Sunan Muria.
Pathak Warak yang sedang naik kuda terpaksa berhenti karena Sunan Muria menghadang di depannya.
“Minggir ! Jangan menghalangi jalanku !” Hardik Pathak Warak.
“Boleh, asal kau kembalikan Dewi Roroyono !”
“Goblok! Roroyono sudah dibawa Kapa dan Gentiri !Kini aku hendak mengejar mereka!” Umpat Pathak Warak.
“Untuk apa kau mengejar mereka?”
“Merebutnya kembali!” jawab Pathak Warak dengan sengit .
“Kalau begitu langkahi dulu mayatku, Roroyono telah dijodohkan denganku !”Ujar Sunan Muria sambil pasang kuda -kuda.
Tampabasa-basi Pathak Warak melompat dari
punggung kuda .Dia merangsak ke Arah Sunan Muria dengan jurus –jurus
cakar harimau. Tapi dia bukan tandingan putra Sunan Kalijaga yang
memiliki segudang kesaktian. Hanya dalam beberapa kali gebrakan ,Pathak
Warak telah jatuh atau roboh ditanah dalam keadaan fatal. Seluruh
kesaktiannya lenyap dan ia menjadi lumpuh tak mampu untuk bangkit
berdiri apalagi berjalan. Sunan Muria kemudian meneruskan perjalanan ke
Juana, kedatangannya disambut gembira oleh Sunan Ngerang. Karena Kapa
dan Gentiri telah bercerita secara jujur bahwa mereka sendirilah yang
memaksa mengambil alih tugas Sunan Muria mencari Roroyono, maka Sunan
Ngerang pada akhirnya menjodohkan Dewi Roroyono dengan Sunan Muria.
Upacara pernikahanpun segera dilaksanakan. Kapa
dan Gentiri yang berjasa besar itu diberi hadiah Tanah di desa Buntar.
Dengan hadiah itu keduanya sudah menjadi orang kaya yang kehidupannya
serba berkecukupan.
Sedang Sunan Muria segera memboyong istrinya ke
Pedepokan Gunung Muria. Mereka hidup bahagia, karena merupakan pasangan
yang ideal.
Tidak demikian halnya dengan Kapa dan Gentiri.
Sewaktu membawa Dewi Roroyono dari Keling ke Ngerang agaknya mereka
terlanjur terpesona oleh kecantikan wanita jelita itu.
Siang malam mereka tak dapat tidur.Wajah wanita
itu senantiasa terbayang.Namun karena wanita itu sudah diperistri kakak
seperguruannya mereka tak dapat berbuat apa-apalagi.
Hanya penyesalan yang menghujam didada. Mengapa
dulu mereka buru –buru menawarkan jasa baiknya. Betapa enaknya Sunan
Muria, tanpa bersusah payah sekarang nenikmati kebahagiaan bersama gadis
yang mereka dambakan. Inilah hikmah ajaran agama agar lelaki diharuskan
menahan pandangan matanya dan menjaga kehormatan mereka. (kemaluan).
Andaikata Kapa dan Gentiri tidak menatap terus
kearah wajah dan tubuh Dewi Roroyono yang indah itu pasti mereka tidak
akan terpesona, dan tidak terjerat oleh Iblis yang memasang perangkap
pada pandangan mata.
Kini Kapa dan Gentiiri benar-benar telah dirasuki
Iblis. Mereka bertekad hendak merebut Dewi Roroyono dari tangan Sunan
Muria. Mereka telah sepakat untuk menjadikan wanita itu sebagai istri
bersama secara bergiliran. Sungguh keji rencana mereka. Gentiri
berangkat lebih dulu ke Gunung Muria. Namun ketika ia hendak
melaksanakan niatnya dipergoki oleh murid-murid Sunan Muria, terjadilah
pertempuran dasyart .Apalagi ketika Sunan Muria keluar menghadapi
Gentiri, suasana menjadi semakin panas, akhirnya Gentiri tewas menemui
ajalnya dipuncak Gunung Muria.
Kematian Gentiri cepat tersebar ke berbagai
daerah. Tapi tidak membuat surut niat Kapa. Kapa cukup cerdik. Dia
datang ke Gunung Muria secara diam-diam di malam hari.
Tak seorangpun yang mengetahuinya. Kebetulan pada
saat itu Sunan Muria dan beberapa murid pilihannya sedang bepergian ke
Demak Bintoro. Kapa menyirap murid-murid Sunan Muria yang berilmu rendah
………. yang ditugaskan menjaga Dewi Roroyono. Kemudian dengan mudahnya
Kapa menculik dan membawa wanita impiannya itu ke Pulau Seprapat.
Pada saat yang sama, sepulangnya dari Demak
Bintoro, Sunan Muria bermaksud mengadakan kunjungan kepada Wiku Lodhang.
Datuk diPulau Seprapat .Ini biasa dilakukannya bersahabat dengan
pemeluk agama lain bukanlah suatu dosa. Terlebih sang Wiku itu pernah
menolongnya merebut Dewi Roroyono dari Pathak Warak.
Seperti ajaran Sunan Kalijaga yang mampu hidup
berdampingan dengan pemeluk agama lain dalam suatu negeri. Lalu
ditunjukkan akhlak Islam yang mulia dan agung.
Bukannya berdebat tentang perbedaan agama itu
sendiri. Dengan menerapkan ajaran-ajaran akhlak yang mulia itu nyatanya
banyak pemeluk agama lain yang pada akirnya tertarik dan masuk Islam
secara suka rela.
Ternyata, kedatangan Kapa ke pulau Seprapat itu tidak di sambut baik oleh Wiku Lodhang Datuk.
“Memalukan ! benar-benar nista perbuatanmu itu !
Cepat kembalikan istri kakanda seperguruanmu sendiri itu !” hardik Wiku
Lodhang Datuk dengan marah.
“Bapa guru ini bagaimana, bukankah aku ini muridmu ? Mengapa tidak kau bela ?” protes Kapa.
“Apa ? Membela perbuatan durjana ?” Bentak Wiku Lodhang Datuk.
“Apa ? Membela perbuatan durjana ?” Bentak Wiku Lodhang Datuk.
“Sampai matipun aku takkan sudi membela kebejatan budi perkerti walau pelakunya Itu murid kusendiri!”
Perdebatan antara guru dan murid itu berlangsung
lama.Tanpa mereka sadari Sunan Muria sudah sampai ditempat itu. Betapa
terkejutnya Sunan Muria melihat istrinya sedang tergolek ditanah dalam
keadaan terikat kaki dan tangannya. Sementara Kapa dilihatnya sedang adu
mulut dengan gurunya yaitu Wiku Lodhang Datuk menjauh, melangkah menuju
Dewi Roroyono untuk membebaskan dari belenggu yang dilakukan Kapa.
Bersamaan dengan selesainya sang Wiku membuka tali yang mengikat tubuh
Dewi Roroyono. Tiba-tiba terdengar jeritan keras dari mulut Kapa.
Ternyata, serangan dengan mengerahkan aji
kesaktian yang dilakukan Kapa berbalik menghantam dirinya sendiri.
Itulah ilmu yang dimiliki Sunan Muria. Mampu membalikkan serangan lawan.
Karena Kapa mempergunakan aji pemungkas yaitu puncak kesaktian yang
dimilikinya maka ilmu akhirnya merengut nyawa nya sendiri.
“Maafkan saya Tuan Wiku ….. “ ujar Sunan Muria agak menyesal.
“Tidak mengapa, sudah sepantasnya dia menerima
hukuman ini. Menyesal aku telah memberikan ilmu kepadanya. Ternyata ilmu
itu digunakan untuk jalan kejahatan,” Guman sang Wiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar